Membangun 3 Juta Rumah: Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas Masyarakat
BeliRumah – Presiden Prabowo Subianto yang baru dilantik telah mengumumkan struktur kabinet barunya, termasuk keputusan memecah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR). Kini, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) yang baru dibentuk mendapatkan mandat khusus, yaitu membangun 3 juta unit rumah. Langkah ini diambil untuk mengurangi backlog perumahan yang tercatat sebesar 12,7 juta unit. Backlog perumahan adalah kesenjangan antara jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat dengan rumah yang sudah tersedia.
Backlog perumahan dapat diukur dari dua perspektif, yakni dari sisi kepemilikan dan kepenghunian. Kementerian PKP, dengan mengacu pada definisi yang sebelumnya digunakan oleh Kementerian PUPR, melihat backlog sebagai jumlah rumah layak huni yang belum terpenuhi, baik untuk rumah yang dimiliki maupun yang disewa. Sebaliknya, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai backlog dari jumlah rumah yang dimiliki oleh setiap keluarga, sehingga rumah sewa juga dianggap sebagai bagian dari backlog perumahan.
Berdasarkan data BPS, empat provinsi dengan backlog perumahan terbesar adalah Jawa Barat (2,82 juta rumah), Jakarta (1,5 juta rumah), Jawa Timur (1,27 juta rumah), dan Sumatera Utara (1,03 juta rumah). Berdasarkan data BPS, sebanyak 15,2 persen rumah tangga belum memiliki rumah pada tahun 2023. Dengan melihat perbandingan geografis, rumah tangga di perkotaan memiliki persentase lebih tinggi, yaitu 20,6 persen. Sebaliknya, hanya 7,6 persen rumah tangga di pedesaan belum memiliki rumah. Jika melihat penduduk yang saat ini lebih banyak di perkotaan, maka dapat dipastikan bahwa mayoritas backlog perumahan terjadi di daerah perkotaan.
Kawasan permukiman dan kualitas hidup Apakah masalah backlog perumahan bisa diselesaikan hanya dengan membangun rumah? Contoh di Jakarta menunjukkan tantangan lain. Dengan backlog sebesar 1,5 juta rumah dan kondisi kota yang sudah sangat padat, muncul pertanyaan, di mana lokasi yang layak untuk membangun perumahan tambahan? Membangun rumah bukan hanya sekadar membangun fisik bangunan. Kementerian PKP tidak hanya bertanggung jawab atas perumahan, tetapi juga atas “Kawasan Permukiman.” Kawasan ini mencakup fasilitas pendukung seperti taman, ruang publik, trotoar, dan jalan yang luas.
Sering kali, di luar kawasan perumahan komplek, jalan cenderung lebih sempit. Kawasan komplek di Jakarta umumnya memiliki jalan yang tertata rapi dan akses yang lebih mudah. Selain itu, ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) juga menjadi tantangan besar. Saat ini, ruang terbuka hijau di Jakarta hanya sekitar 5,2 persen, jauh dari jumlah ideal untuk mendukung kehidupan yang sehat dan berkualitas. Jika melihat data tentang area hijau per kapita, Jakarta memiliki area hijau sebesar 2,3 m2 per kapita. Bandingkan dengan kota lain di Asia Tenggara, seperti Bangkok (3,3 m2), Manila (4,5 m2), Hanoi (11,2 m2), Kuala Lumpur (43,9 m2), dan Singapura (66,2 m2), seperti dilansir dari Kompas.com.